Pasang Banner Sendiri Deh ............

BANNER IKLAN CENTER ATAS

Foto bersama

Liat-liat kalo jenuh bisa main games

Selasa, 28 April 2009

WANITA SHALIHAH

Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia. ‘Abdullah ibn ‘Amr r.a. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda :

«الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرً مَتَاعِهاَ اْلمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ»
Dunia itu perhiasan; sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. (HR Muslim).

Anas r.a. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«مَنْ رَزَقَهُ اللهُ اِمْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَقِ اللهَ فِيْ الشَّطِرِ الثَّانِي»
Siapa saja yang telah dikaruniai Allah wanita shalihah berarti Dia telah menolongnya dalam satu bagian agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam bagian yang kedua. (HR al-Hakim).

Karakter wanita shalihah kurang lebih sebagai berikut:
Pertama, menaati Allah dan suaminya. Allah Swt. berfirman:

]الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ
بِمَا حَفِظَ اللهُ[
Laki-laki adalah pemimpin wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagain harta mereka. Oleh karena itu, wanita yang shalihah adalah yang menaati Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara mereka” (QS an-Nisa’ [4]: 3).

Sementara itu, istri Sa‘id bin al-Musayyab pernah berkata, “Tidaklah kami berbicara kepada suami kami kecuali seperti kalian berbicara kepada para pemimpin kalian, ‘Aemoga Allah memeliharamu (suamiku) dan semoga Allah memaafkahmu.” (HR Abu Nu‘aim).
Abu Hurairah juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«لَوْ كُنْتُ آمِرًا اَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْاَةَ اَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا»
Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, aku pasti akan memerintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya. (HR at-Turmudzi).

Hadis ini disahihkan oleh al-Hakim dan
Ibn Hibban. Dalam riwayat Ibn Hibban ditambahkan kalimat:

«وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِي حَقَّ زّوْجِهَا»
Demi Zat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita dipandang belum menunaikan hak Tuhannya sebelum ia menunaikan hak suaminya. (HR Ibn Hibban).

Abu Umamah juga menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
«مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا اَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ سَرَّتْهُ وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَتْهُ وَ إِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِي نَفْسِهَا وَ مَالِهِ»
Tidak ada sesuatu yang lebih memberikan manfaat kebaikan bagi seorang Mukmin setelah ketakwaannya kepada Allah daripada seorang istri shalihah; jika ia memerintahnya, ia menaatinya; jika ia memandangnya, ia menyenangkannya; jika ia menggilirnya, ia memuaskannya; dan jika ia meninggalkankannnya, ia akan memelihara dirinya dan harta suaminya. (HR Ibn Majah).

Sementara itu, Asma’ bin Kharijah al-Fazari pernah mengantarkan anak perempuannya kepada suaminya. Ia berkata:

Putriku, jadilah engkau di hadapan suamimu layaknya seorang budak sehingga ia menjadi ‘budak’-mu. Janganlah engkau terlalu merendahkan dirimu sehingga ia menguasaimu. Akan tetapi, jangan pula engkau terlalu menjauhinya sehingga engkau membebaninya. (HR al-Bayhaqi).

Ketika seorang Muslimah meninggal dunia, sementara suaminya meridhainya, ia pasti akan dimasukkan ke dalam surga. Dalam hal ini, Ummu Salamah menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«أَيُّمَا إِمْرَأَةٍ مَاتَتْ وَ زَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ»
Wanita mana saja yang meninggal, sementara suaminya meridhainya, ia pasti masuk surga. (HR at-Tirmidzi).

Kedua, berhias untuk suaminya. Sebab, Rasulullah saw. telah bersabda (yang artinya), “Jika suaminya memandangnya, ia menyenangkannya.” (HR Ibn Majah).
Rasulullah saw. juga pernah bersabda, sebagaimana dituturkan Sa‘ad, demikian:

«فَمِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ تَرَاهَا تُعْجِبُكَ وَتُغِيْبُهَا فَتَأْمَنُهَا عَلَى نَفْسِهَا وَ مَالِكَ»
Di antara kehagiaan itu ialah istri yang jika engkau pandang, ia membuatmu takjub, dan jika engkau meninggalkannya, ia akan memelihara dirinya dan hartamu. (HR al-Hakim).

Abu Hurairah r.a. juga pernah menuturkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya, “Wanita manakah yang paling baik?” Beliau menjawab:

«الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ»
Yaitu wanita yang menyenangkan suaminya jika suaminya memandangnya, yang menaati suaminya memerintahnya, dan yang tidak bermaksiat kepada suaminya menyangkut dirinya dan harta suaminya. (HR al-Hakim).

Ketiga, memelihara rumah, diri, dan harta suaminya. Hukum asal seorang wanita adalah sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt (sebagai ibu dan pengatur rumah tangga). Hal ini didasarkan pada hadis dari Ibn ‘Umar. Disebutkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

«كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا»
Setiap diri kalian adalah pemimpin; masing-masing kalian akan dimintai bertanggung jawab atas yang diimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin; ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin keluarganya; ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang wanita (istri) adalah pemimpin (pengurus) rumah suaminya dan anak-anaknya; ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Abu Hurairah r.a. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الإِْبِلَ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ»
Sebaik-baik wanita yang menunggang unta adalah wanita Quraisy; ia sangat menyayangi anaknya ketika kecil dan sangat memperhatikan suaminya ketika ada di sisinya. (HR Muslim).

Keempat, membantu suaminya dalam urusan akhirat. Rasulullah saw. bersabda:

«لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الْآخِرَةِ»
Hendaknya salah seorang di antara kalian mempunyai kalbu yang bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir, dan istri yang beriman yang dapat membantumu dalam urusan akhirat. (HR Ibn Majah).

‘Abdurrahman ibn Abza juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata (yang artinya, “Seorang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah seperti mahkota yang bertahtakan emas di atas kepala seorang raja. Sebaliknya, seorang wanita yang buruk bagi seorang laki-laki adalah seperti beban yang berat di pundak seorang laki-laki tua.” (HR Ibn Abu Syaibah).
Kelima, memiliki bekal agama yang baik. Ibn Majah meriwayatkan dari ‘Abdullah ibn ‘Amr ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :
«لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لأَِمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ»
Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya karena kecantikannya itu akan menjadikannya berlebihan; jangan pula kalian menikahi wanita karena hartanya karena hartanya itu akan membuatnya membangkang. Nikahilah wanita atas dasar agamanya. Sesungguhnya seorang hamba sahaya perempuan yang hitam legam yang memiliki kebaikan agama adalah lebih utama. (HR Ibn Majah).

Abu Adzinah ash-Shudfi menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«خَيْرُ نِسَائِكُمْ اْلوَدُوْدُ اْلوَلُوْدُ اْلمُوَاتِيَةُ اْلمُوَاسِيَةُ إِذَا اتَّقَيَنَّ اللهَ»
Sebaik-baik istri kalian adalah yang penyayang, banyak anak (subur), suka menghibur, dan membantu jika ia bertakwa kepada Allah. (HR al-Baihaqi).

Keenam, mempergauli suaminya dengan baik untuk memelihara keridhaannya. Dalam hal ini, Asma’ binti Yazid al-Asyhaliyah menuturkan bahwa ia pernah datang kepada Nabi saw. yang sedang berkumpul bersama para sahabat. Ia kemudian berkata kepada beliau:

“Demi bapakku, Engkau, dan ibuku; wahai Rasulullah, aku adalah utusan para wanita kepadamu. Sesungguhnya belum ada seorang wanita pun, baik di timur maupun di barat, yang terdengar darinya ungkapan seperti yang akan aku ungkapkan atau belum terdengar seorang pun yang mengemukakan seperti pendapatku. Sesungguhnya Allah Swt. mengutusmu kepada laki-laki dan wanita seluruhnya hingga kami beriman kepadamu dan Tuhanmu. Akan tetapi, sesungguhnya kami, para wanita, terbatasi dan terkurung oleh dinding-dinding rumah kalian (para lelaki), memenuhi syahwat kalian, dan mengandung anak-anak kalian. Sesungguhnya kalian, wahai para lelaki, mempunyai kelebihan daripada kami dengan berkumpul dan berjamaah, melakukan kunjungan kepada orang sakit, menyaksikan jenazah, menunaikan ibadah haji demi ibadah haji, dan—yang lebih mulia lagi dibandingkan dengan semua itu—jihad di jalan Allah. Sesunguhnya jika salah seorang dari kalian keluar untuk menunaikan ibadah haji, menghadiri pertemuan, atau berjaga di perbatasan, kamilah yang menjaga harta kalian; yang mencucikan pakaian kalian; dan yang mengasuh anak-anak kalian. Lalu apakah adakah kemungkinan bagi kami untuk bisa menyamai kalian dalam kebaikan, wahai Rasulullah?”
Rasulullah saw. menoleh kepada para sahabat seraya berkata, “Apakah kalian mendengar perkataan wanita ini. Sungguh, adakah yang lebih baik dari apa yang diungkapkannya berkaitan dengan urusan agamanya ini?”
Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak menyangka bahwa wanita ini tertunjuki kepada perkataan tersebut.”
Rasulullah saw. lalu menoleh kepada wanita tersebut seraya bersabda, “Pergilah kepada wanita mana saja dan beritahulah mereka yang ada di belakangmu, bahwa kebaikan salah seorang di antara kalian (para wanita) dalam memperlakukan suaminya, mencari keridhaan suaminya, dan mengikuti keinginannya adalah mengalahkan semua itu.” (HR al-Baihaqi).
Mendengar sabda rasul itu, wanita itu pun pergi seraya bersuka cita. Ia kemudian menyampaikan kabar gembira itu kepada kaumnya.
Di antara kebaikan pergaulan wanita terhadap suaminya adalah ia tidak berpuasa sunnah jika suaminya berada di rumah, kecuali seizin suaminya; juga tidak mengizinkan mahram-nya berada di rumah suaminya, kecuali seizin suaminya. Abu Hurairah r.a. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ وَلاَ تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ»
Tidak halal bagi seorang wanita berpuasa (sunah), sedangkan suaminya berada di rumahnya, kesuali seizin suaminya; jangan pula ia mengundang seseorang ke rumah suaminya, kecuali seizin suaminya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Termasuk kebaikan pergaulan istri kepada suaminya adalah bahwa ia tidak mendirikan shalat sunnah pada malam hari, kecuali seizin suaminya. Ibn ‘Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

«لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ أَوْشَكَ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا»
Janganlah seorang wanita mengizinkan seseorang berada di rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya dan janganlah ia bangkit dari tempat tidurnya lalu mendirikan shalat sunnah kecuali dengan izin suaminya. (HR ath-Thabrani).

Di antara kebaikan pergaulan istri terhadap suaminya adalah keridhaannya jika suaminya memarahinya. ‘Abdullah bin ‘Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«أَلاَّ أُخْبِرُكُمْ بِِِِنِسِائِكُمْ مِنْ أَهْلِ اْلجَنَّةِ اْلوَدُوْدُ اْلوَلُوْدُ اْلعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا الَّتِيْ إِذَا آذَت أَوِ أُوْذِيَتْ جَاءَتْ حَتَّى تَأْخُذَ بِيَدِ زَوْجِهَا ثُمَّ تَقُوْلُ وَاللهِ لاَ أَذُوْقُ غَمِضاً حَتَّى تَرْضَى»

Ingatlah, aku telah memberitahu kalian tentang istri-istri kalian yang akan menjadi penduduk surga, yaitu yang penyayang, banyak anak (subur), dan banyak memberikan manfaat kepada suaminya; yang jika ia menyakiti suaminya atau disakiti, ia segera datang hingga berada di pelukan suaminya, kemudian berkata, “Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaikuku). (HR al-Baihqai).

Semua sifat di atas adalah sifat-sifat yang seharusnya menjadi sifat para wanita.
Sebaliknya, ada sifat-sifat yang justru harus dijauhi oleh para wanita, di antaranya:
Pertama, jangan menyusahkan atau menyakiti suaminya. Mu‘adz bin Jabal menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

«لاَ تُؤَذِّي اِمْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِيْ الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ اْلحُوْرِ اْلعِيْنِ لاَ تُؤَذِّيْهِ قاَتَلَكِ اللهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا»

Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istri-istri suaminya dari para bidadari surga berkata, “Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah mencelakakanmu. Sesungguhnya bagimu akan segera datang tamu kematian yang akan memisahkanmu dengan suamimu dan mengembalikannya kepada kami.” (HR at-Tirmidzi).

Kedua, hendaknya tidak mengadukan suaminya atau tidak banyak menuntut suaminya. Sa‘id ibn al-Musayab menuturkan bahwa seorang anak perempuan pernah datang kepada Nabi saw. dan mengadukan suaminya. Nabi saw. kemudian bersabda (yang artinya), “Kembalilah engkau. Sungguh, aku tidak menyukai wanita menyeret ekornya mengadukan suaminya.” (HR Sa‘id bin al-Musayyab).
Ketiga, hendaknya tidak banyak keluar rumah. Berdiam di rumah bagi seorang wanita lebih baik daripada ia keluar dari rumah. Kesibukannya di dapur (menyiapkan makanan untuk suami keluarganya), aktivitasnya mengasuh anak, atau kegiatannya mencuci adalah lebih mulia daripada kepergiannya ke luar rumah dan berada di jalan-jalan, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat umum yang berdesak-desakan dan bercampur dengan para lelaki.
Sifat-sifat itulah sifat yang harus dijauhi oleh para wanita. Sementara itu, sifat-sifat yang dikemukan sebelumnya adalah perhiasan bagi mereka. Oleh karena itu, hendaklah para wanita menghiasi diri mereka dengan sifat-sifat tersebut. Dengan begitu, para wanita akan kembali ke jalan wanita-wanita Mukmin terdahulu; yakni para wanita yang benar, yang menjadi para shahabiyah Rasululah saw. Mereka akan berada di sisi kaum Mukmin yang benar yang semuanya dikomentari oleh Allah dalam firman-Nya:

]لِيُدْخِلَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَيُكَفِّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَكَانَ ذَلِكَ عِنْدَ اللَّهِ فَوْزًا عَظِيمًا[
Allah pasti akan memasukkan Mukmin laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah pun menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Yang demikian itu sesunguhnya di sisi Allah merupakan keberuntungaan yang besar. (QS al-Fath [48]: 5).

Read More......

Jumat, 10 April 2009

Agus Hikmat: Jati Diri, Banjo, Bluegrass



[Windi]

Komitmennya terhadap musik country khususnya bluegrass dan ketertarikannya pada instrument banjo, membuat eksistensinya sebagai banjo player diakui komunitasnya. Pria asli Bandung yang dikenal dengan nama Agus Hikmat ini memang dikenal dengan teknik bermain banjonya yang cukup apik. Sosoknya yang low profile membuat beberapa temannya tak segan menjadikan dia sebagai partner sekaligus guru dalam bermusik. Karena pengalamannya, dia juga terlibat memperkuat barisan “penjaga gawang” Bandung Country Stage.


Uncluster: Sejak kapan dan kenapa tertarik memainkan banjo?
Agus: Mulai tau dan kenal banjonya sih dari sejak saya kelas 2 SMP, sekitar tahun 1978, kebetulan kakak saya dulu punya band country. Akhirnya jadi tertarik buat belajar main banjo karena saya ngeliat instrumentnya unik, dan punya ciri khas sendiri, selain itu dari yang saya tau dulu sampai sekarang masih jarang juga orang yang mau menjadi pemain banjo.

Uncluster: Banjo nya sendiri apa memang identik dengan musik country?
Agus: Untuk jenis country tadisional, khususnya bluegrass, banjo jelas menjadi ciri khas yang identik. Tapi kalau di musik atau irama country yang lain, image banjo cuma sebagi pelengkap saja.

Uncluster: Akang sendiri mempelajari teknik main banjo dari mana?
Agus: Awalnya saya belajar otodidak, selebihnya suka baca dan belajar teorinya dari buku, terus akhinya terinspirasi dan belajar dengan melihat teknik-teknik memainkan banjo yang biasa dibawakan sama pemain-pemain banjo seperti Toni Trisca, Earl Scruggs dan yang lainnya.

Lebih jauh Agus menuturkan kalau teknik bermain banjo itu memang cukup banyak, dan tergantung pada jenis lagunya juga, diantaranya ada teknik standar (dengan cara dipetik), teknik claw hammer dan scruggs. Tapi pada intinya basic polanya sama seperti gitar petikan. Selain itu, banjo juga mempunyai jenis yang berbeda, ada banjo 5 string yang paling umum digunakan, banjo 4 string yang biasa dipakai untuk irama dixie dan banjo gitar yaitu jenis banjo yang dimainkan persis seperti gitar.

Uncluster: Pernah eksplorasi originalitas teknik banjo sendiri nggak?
Agus: Saya sich lebih ke eksplorasi buat punya style bermainnya aja, kalau tekniknya saya gak begitu mau buat menyimpang jauh dari pakemnya. Jadi paling dari teknik yang udah ada saya eksplorasi sedikit dengan touch style yang jadi ciri khas saya aja.

Uncluster: Punya kenginan dan misi tersendiri gak dengan gaya bermusik Akang selama ini?
Agus: Sampai sejauh ini yang jelas saya ingin terus belajar memperkaya teknik bermain banjo, bisa tetap eksis di musik country, memainkan banjo tidak melenceng dari jalurnya, dan mengajarkan apa yang saya kuasai pada yang benar-benar mau mempelajarinya. Kalau untuk kepentingan komersil sich jelas ada juga, tapi saya sesuaikan dengan kapasitas dan secara professional aja. Saya Bukan nggak mau punya cita-cita tinggi, tapi lihat realita yang ada aja. Pengikut dan pasar untuk bluegrass kan nggak begitu banyak, jadi ya saya jalan standar-standar aja, daripada tinggi-tingi terus nggak kesampaian kan bahaya.

Eksistensi Agus sebagai pemain banjo muncul bersama By Pass, band country pertamanya di tahun 80an. Dia juga sempat tergabung dan menjadi additional di hampir semua band country Bandung seperti Hillybilly, El Vondo, Poker, Bronco, Rodeo, LPC, Ditto Ditty, Laken, Ladam, The Saddle, Nahama, Aliansi dan Joe Arkansas. Bahkan Tantowi Yahya sempat melibatkan Agus untuk mengemas musik yang dibawakannya, termasuk untuk penampilan Tantowi dalam festival musik country di Nashville. Terakhir, sentuhan banjo Agus menjadi bagian arransement lagu “Kawan” ciptaan Presiden Yudhoyono.

Dari pengalamannya di musik selama ini, Agus berpendapat kalau pada intinya sisi terpenting dari seorang musisi adalah mau menunjukan jati dirinya dan konsisten menjalaninya dengan totalitas.


***

Agus Hikmat: The Truly, Banjo, Bluegrass

His commitment to country music, bluegrass especially, and his interest in Banjo, made his community know him very well. This Bandung musicians, known as Agus Hikmat, is popular with his good Banjo technique. His generosity made the others wanted him not only as their partner but also as the teacher. His experiences made him being asked to join in Bandung Country Stage.

Uncluster: When was your interest to this instrument began?
Agus: I knew this instrument when I was in junior high school, in 1978, and coincidently my brother was a member of a country band. Then I found myself got interested to this unique instrument, which got its own character, and I also realized there were only few musicians who can play this.

Uncluster: Is Banjo very identical with country music?
Agus: For traditional country, like bluegrass, Banjo is definitely identical. But for another part of country, this instrument only as a complement.

Uncluster: And from whom you learned the technique?
Agus: Firstly, I did it by myself, and the rest I read and learned the theory, then I got more interested. I also learned it by watching another banjo players such as Toni Trisca and Earl Scruggs.

Then Agus explained there are many banjo playing technique that depend on the songs, such as standard technique, Claw Hammer, and Scruggs. But basically, the pattern just like the guitar. There are few different kinds of Banjo, 5 strings which used mostly, 4 strings usually used for Dixie rhythm, and guitar banjo which played like a guitar.

Uncluster: Have you ever explored the originality of banjo technique?
Agus: I like to explore many style when I playing this but not the technique, because I don’t want to get so far from the basic. So I just explore the technique that already exist then I combined it with my own identical style.


Uncluster: Do you got specific mission with your musical style?
Agus: So far, I just want to improve my playing technique, and I wish I can survive in country music, playing Banjo based on the pattern, and give what I’ve got to those who really want to learn it. Talking the commercial things, professionally I will adapt it with my capacity. It doesn’t mean I don’t want to have a big dream but I just want to be realistic. You know, bluegrass got only few lovers and market, so I prefer to stay in the standard line, because it would be danger if I stand in the higher line hahahha

His existence as a Banjo player was began with his 80’s band country, By Pass. Then he also joined as an additional player in most of Bandung country band such as Hillybilly, El Vondo, Poker, Bronco, Rodeo, LPC, Ditto Ditty, Laken, Ladam, The Saddle, Nahama, Aliansi and Joe Arkansas. Tantowi Yahya once asked him to contribute for his music and performance in Nashville country festival. And recently, Agus also took a part in the president Yudhoyono’s “Kawan”, as arranger.


Read More......

BAI'AT ANTARA SUNNAH DAN BID'AH

Oleh
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
MUKADIMAH
Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan minta tolong kepada-Nya.
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa dan kejelekan amal-amal kita.

Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang bisa memberikan petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya, amma ba'du.

Inilah tulisan singkat yang dilengkapi dengan dalil-dalil ilmiah baik dalil naqli maupun aqli tentang masalah ba'iat yang syar'i serta hukumnya menurut Al-Kitab dan As-Sunah. Apakah bai'at itu hanya boleh untuk khalifah saja atau untuk semua manusia ? Disertai penjelasan pendapat yang benar tentang bai'at agar menjadi terang dan gamblang bagi pencari kebenaran (al-haq). Terungkap sebagian penyimpangan-penyimpangan yang menjerumuskan kepada aliran-aliran yang sesat dan menyesatkan. Saya tulis risalah ini, setelah saya yakin bahwa ketika amalan Islam menjadi jauh dari fitrahnya di masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka terjadilah kemorosotan moral, kehidupan rohani menjadi lemah, ilmupun kian sedikit. Begitupula semakin hilang keteguhan ketika menghadapi
fenomena-fenomena yang mengerikan dan menyedihkan, dan jarak antara syi'ar dan kenyataan semakin lebar, serta semakin hilang jejak-jejak Nabi pada para juru dakwah (da'i), sebagai gantinya muncul jejak (jalan) yang dipenuhi oleh pemikiran aneh. Maka saya berkeinginan untuk menulis pembahasan ini dengan tujuan menyebarkan ilmu dan menampakkan al-haq. Mudah-mudahan Allah memberi rahmat dan menunjukkan jalan yang lurus kepada kita. Sesungguhnya Allah Maha mampu atas segala sesuatu.

PENGANTAR
Karakter suatu pembahasan dan alurnya akan berbeda menurut perbedaan kondisi yang ada, motivasi dan hasil-hasil yang mau dicapai, serta hal-hal lainnya yang tidak samar lagi bagi penuntut ilmu dan ahlinya. Pembahasan kita dengan kekuatan yang diberikan Allah kepada kami bukanlah pembahasan yang didasari oleh perasaan dan semangat dengan cara menampakkan ungkapan-ungkapan yang indah. Tetapi pembahasan ini merupakan bahasan yang ilmiah (insya Allah), karena menuntut ilmu merupakan salah satu bentuk jihad yang wajib bagi kita untuk berkorban di dalam menempuhnya, meskipun berat dan mahal. Jika hasil pembahasan nampak dengan jelas dan terang, maka wajib bagi pembaca tulisan ini untuk kembali kepada kebenaran (al-haq). Sehingga tertutuplah jalan bagi setan untuk memasuki jiwa-jiwa, dikarenakan jiwa, jika ditempati hawa nafsu pada salah satu lubuknya, maka akan dibutakan dari kebaikan dan akan ditulikan telinganya dari al-haq. Tertutup pula was-was setan bahwa rujuknya dia dari kesalahan (kepada kebenaran -ed) akan meruntuhkan reputasi dan menurunkan kedudukannya ! Padahal yang meghilangkan kedudukan adalah : masa bodoh dengan kesalahan, pindahnya dai dari hari kemarin kepada hari ini, kemudian kepada hari esoknya (semakin jelek amalnya -ed), merasa terjaga dari kesalahan dan menutup mata dari keadaan masyarakat yang komplek.
Barangkali ada orang yang membantah dengan mengatakan :
Yang menjadi kewajiban kita sekarang ini ialah mengajak kaum muslimin kepada masalahmasalah yang tidak ada perselisihan di dalamnya dan menjauhi sisi yang terdapat perselisihan di dalamnya Tidak sepantasnya bagi kita untuk berbicara seputar perselisihan demi menjaga kemaslahatan, sehingga musuh-musuh kita tidak tahu masalah ini! Atau ada yang mengatakan :
Kewajiban yang paling penting ialah mengarahkan keinginan kaum musimin kepada persatuan barisan dan menyatukan kalimat semampu kita.
Perkataan ini menyelisihi kebenaran, karena bersembunyi di atas kesalahan dengan dalih demi menjaga kemaslahatan bersama, Begitu pula anggapan bahwa koreksi di dalam ber-agama merupakan penyebab perpecahan dan pertikaian serta perkara yang berbahaya dan kerusakan yang nyata yang akan ditebus oleh umat dengan darah yang mengalir. Bukan itu saja, bahkan akan menimbulkan hilangnya kekuatan dan yang paling mendasar adalah hilangnya eksitensi.
Padahal umat jika tanpa adanya koreksi dan saling menasehati akan hidup dalam warna lain :
'berupa kesendirian sampai pada batasan yang sangat menyedihkan dan menyakitkan'. Dari sini diketahui bahwa sosok seorang muslim yang benar ialah yang tidak terkungkung (terkurung)
dan terpaku oleh satu sosok bagaimanapun karakternya. Tetapi sosok yang selalu siap untuk
berpindah dari yang bermanfaat kepada yang lebih bermanfaat lagi, dari yang baik kepada yang
lebih baik lagi, selalu menerima al-haq jika sudah terang dan menerima dalil jika sudah
gamblang (jelas), serta tidak terjerumus kedalam hizbiyyah yang mematikan dan ashabiyyah
yang membinasakan.[8]
Adapun anggapan bahwa diam dalam masalah tersebut (nasehat-menasehati) bisa menyatukan
barisan, maka hal ini telah dijawab oleh al-Ustadz Sayyid Qutb rahimahullah "Dengan ayat
tersebut (Al-Maidah : 48 -pent) Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menutup semua pintu bagi
setan, berupa kamuflase yang kelihatan baik dan bisa meluluhkan hati serta bisa menyatukan
barisan tetapi dengan meremehkan sebagian dari syariat Allah demi memperoleh keridhaan dari
semua pihak atau demi persatuan shaf (barisan) [9]
Yang lainpun akan mengatakan dengan memberikan jalan keluar yang "obyektif" dengan
berkata : "Kita saling menolong pada masalah-masalah yang kita sepakati dan saling memberi
'udzur' (maaf) sebagian atas sebagian yang lain pada masalah-masalah yang kita berselisih di
dalamnya".[10]
Maka kami jawab : "Benar, wajib bagi kita untuk saling menolong pada permasalahan yang kita
bersepakat di dalamnya, seperti membela al-haq dan mendakwahkannya, serta mengingatkan
dari hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-nya, Adapun saling memberi ma'af sebagian kita
kepada sebagian yang lain pada masalah yang kita berbeda pendapat di dalamnya, tidaklah
secara mutlak, tetapi perlu dirinci lagi. Kalau permasalahannya termasuk dari masalah-masalah
ijtihad yang samar dalilnya, maka wajib untuk tidak mengingkari sebagian kita atas sebagian
yang lain. Adapun pada permasalahan yang menyelisihi nash baik dari Al-Kitab maupun As-
Sunnah, maka sudah menjadi suatu kewajiban untuk mengingkari orang yang menyelisihinya,
akan tetapi dengan hikmah dan nasehat yang baik serta berdiskusi dengan cara yang lebih baik
...." [11]
Sebenarnya sebagian penulis-penulis harakiyyin (gerakan Islam) telah merasakan salahnya
pemutlakan kalimat tersebut di atas, sehingga membatasinya dengan batasan yang halus guna
menghilangkan kesalahan dan kekeliruan kalimat tersebut. Maka, diapun menyatakan setelah
membawakan kalimat tersebut dengan mengatakan : "....pada masalah-masalah yang ada bagian
untuk ijtihad di dalamnya".[12]
Kemudian penulis yang lainpun memberi batasan dengan mengatakan : "...dengan ketentuan
adanya kemungkinan ikhtilaf (perselisihan/perbedaan) di dalamnya dan dengan landasanlandasan
manhaj (metode) yang membolehkan adanya ikhtilaf seperti ini"[13] Perlu diketahui
bahwa keduanya berasal dari sekolah yang sama yang mengucapkan kalimat ini.
Saya berkata, "Di bawah ini adalah manhaj yang ilmiah dan benar yang wajib untuk diikuti, dan
menapakinya agar terwujud kesatuan wawasan di antara kaum muslimin. Bukan manhaj tambal
sulam, karena yang demikian itu tidak terdapat dalam agama Allah sedikitpun!".
Barangkali kritik dan koreksi ini akan dibantah/ditentang oleh para penulis Islam, lebih-lebih
yang lainnya. Bahkan dianggap sebagai pengrusakan dan penghancuran. Kemudian mengatakan
: "Adapun orang-orang yang ambisi pada diri-diri mereka sendiri untuk memperbaiki langkah
disela-sela pengrusakan terhadap (akidah, -ed) jama'ah, yaitu memulai dari titik nol, maka kami
katakan kepada mereka : "Sungguh kalian telah ketinggalan kereta, karena titik permulaan telah
ada sejak lima puluh tahun sebelum ditulisnya tulisan ini. Memperbaiki langkah adalah dari
dalam, dengan maksud membangun bukan menghancurkan!"[14]
Benarkan perbaikan itu tidak akan bisa kecuali dari dalam ?
Apakah ucapan ini dari dalil-dalil petunjuk ? Atau hanya sekedar hasil eksperimen seseorang
saja?
Yang lain berkata dengan menjelaskan penyebab timbulnya orang yang berguguran di jalan
dakwah menurut persangkaannya. Dia mengatakan :"Sebab keempat : Tekanan gerakan-gerakan
bawah tanah.
Di antara hal-hal yang menyebabkan gugurnya kebanyakan orang di jalan Islam dan dakwah
ialah berkaitan dengan gerakan-gerakan bawah tanah yang disaksikan oleh perjalanan Islam.
Gerakan ini pekerjaannya tidak lain hanyalah memberi keraguan dan kritik. Seakan-akan dia
diberi kepercayaan dan kekuasaan untuk menghancurkan gerakan-gerakan Islam dengan
menggunakan nama Islam. Maka di setiap penjuru, dari masa ke masa akan muncul kelompokkelompok
yang berbeda dengan nama Islam merusak kemampuan intelektual para pemuda,
meniadakan peran serta mereka dan meracuni udara-udara mereka.... Betapa banyaknya
fenomena ini merusak akal yang sebelumnya sehat dan memadamkan cahaya yang sebelumnya
menyala serta menghilangkan kekuatan yang sebelumnya bisa menghasilkan (produktif).[15]
Kemudian apa sebab utama bagi pandangan yang gelap seperti ini terhadap masalah kritik,
perbaikan dan membongkar kesalahan-kesalahan ?
Menurut keyakinan sebab utamanya ialah karena gerakan Islam terpengaruh -sampai batas
tertentu- dengan suasana kehidupan partai yang ada di negara-negara Arab pada masa sekarang
ini. Sehingga karakter gerakan Islam dan metodenya -hampir sama sebagian waktu [16] -
terkotori dengan ruh hizbiyyah yang sempit, yang tidak sesuai dengan keadaan dan suasana
keterbukaan dan kemanusiaan dalam Islam.[17]
Bahkan termasuk malapetaka bagi gerakan Islam, serta kemunduran dan kekacauan cara
kerjanya ialah adanya pemikiran hizbi. Sehingga jika suatu tanzhim (kelompok/organisasi) ingin
merekrut anggotanya akan menggunakan dalih ketaatan, tidak boleh membantah dan harus
mengikuti perintah-perintah. Menurut mereka inilah yang dinamakan dengan loyal. Demikian
pula sebaliknya.
Dari hasil metode pengajaran semacam ini ialah munculnya suatu generasi atau sekelompok
besar dari para pemuda yang hanya menunggu perintah saja, sehingga terhalang dari
pembaharuan dan kedinamisan. Padahal pembaharuan merupakan rahasia yang akan
mengangkat dakwah. Sebaliknya akan rugi sebagian kelompok yang unsur terpenting dari
dominannya adalah mengadakan pembaharuan.[18]
Perkataan kami tentang ketaatan (di dalam harakah -ed) bukanlah suatu perkataan yang baru,
bahkan merupakan realita yang bisa disaksikan. Ditulis serta dibukukan. Sehingga kita bisa
temukan pada tulisan mereka bahwa aturan dakwah pada tahap pembentukan adalah sufi murni
dan segi ruh dan militer murni dari segi pergerakan. Dan syiar bagi kedua segi ini adalah
perintah dan taat, tidak boleh membantah dan ragu, serta tidak boleh beralasan. Bahkan ide yang
pertama kali muncul pada tahap persiapan ini ialah ketaatan yang sempurna. Tidak menjamin
keberhasilan pada tahap ini kecuali sempurnanya ketaatan. Atas dasar inilah barisan yang
pertama mengambil bai'at dari ....." [19]
Padahal taat yang wajib dan terdapat di dalam ayat-ayat Al-Qur'an dan Al-Hadits adalah ketaatan
kepada para pemimpin kaum muslimin (amirul mukminin) atau yang mewakilinya. Bukan
ketaatan kepada segolongan manusia ata salah satu kelompok dari jama'ah-jama'ah yang ada.
Walaupun demikian, tidak mungkin untuk disyaratkan dengan kata-kata "Tidak boleh
membantah dan ragu serta tidak boleh beralasan" lebih-lebih dengan "taat yang sempurna"[20]
yang semestinya hanya diberikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena termasuk dari ketentuanketentuan
agama ini ialah bahwa taat itu hendaknya pada hal-hal yang sudah jelas dan ukuran
standardnyapun tepat. Dan ini bukan termasuk bid'ah serta perkara yang diada-adakan, bahkan
merupakan jejak langkah generasi terbaik (salafus ash-shalih). Abu Bakar ash-Shiddiq, -salah
satu khalifah yang lurus, dan orang yang bersama Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika di
gua, serta Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk mengikuti sunnahnya - beliau berkata di
awal pidatonya dari atas mimbar pertanggungjawaban : "Taatlah kalian kepadaku selama aku
taat kepada Allah. Jika aku maksiat kepada-Nya maka tidak ada kewajiban atas kalian untuk taat
kepadaku" [21]
Ini adalah merupakan pelajaran bagi orang yang bertanggung jawab dipusat kepemimpinan dan
pemerintah, yaitu tidak mewajibkan untuk taat kepadanya kecuali jika dia mentaati perintahperintah
Allah dan berpegang teguh dengan manhaj (Ahlus Sunnah wal-Jama'ah). Merupakan
pelajaran pula bagi orang awam agar semua inderanya selalu waspada dan hendaknya diapun
memiliki ilmu yang sempurna tentang manhaj, serta tidak ada kewajiban baginya untuk taat
kecuali pada hal-hal yang ma'ruf.[22]
Kalau begitu, permasalahannya sekarang bukan karena berprasangka, menuduh, atau mengadaada,
tetapi merupakan hakekat yang nyata dan bisa dirasakan, yaitu pada saat dua orang yang
berbeda kelompoknya saling berjumpa kemudian saling mengemukakan pandanganpandangannya
pasti akan timbul perselisihan. Sebab ruh hizbiyyah dan ta'ashub bisa
memunculkan suasana yang aneh tatkala bertemu. Sehingga dia tidak melihat keadaan
sekitarnya kecuali dengan warnanya. Pada gilirannya dia tidak melihat adanya kemungkinan
salah padanya, diserta perasaan benar terhadap yang dia bawa. Bahkan merasa bahwa kebenaran
mutlak ada padanya dan kesalahan mutlak ada pada orang lain [23]
Sebetulnya, pertemuan semacam ini mustahil dapat terjadi, karena seorang hizbi pasti
bersikukuh memegangi pendapatnya (walaupun terbatas), serta bersikeras untuk mengamalkan
pendapatnya. Mengingat kelompok-kelompok kajian yang bersifat intern selalu melakukan
pengkhususan dan pendalaman terhadap pendapat-pendapat tersebut, membelanya dan
berusaha untuk melumpuhkan pendapat yang menyelisihinya. Karena akal pikiran seorang hizbi
dibentuk untuk mempunyai satu pandangan saja, bukan karakter akal yang berkesinambungan.
Demikian pula, bagi seorang hizbi, cenderung berkumpul bersama teman-teman almamaternya,
artinya teman-teman satu sekolahan untuk melakukan pembentukan pribadi (bukan dengan
ilmu, -ed). Sehingga ketika dia berkumpul dengan orang-orang di luar kelompoknya, maka
diapun akan terisolir dari mereka dan diapun menjaga jarak dengan mereka dengan menahan diri
sebelumnya. Ketika sudah dimulai pembahasan, ia merasa menderita dan tertekan. Jika
berkembang pada perdebatan dia pun akan menghindar. Karena itulah suasana pertemuan
penuh dengan basa-basi, dan hanya sekedar menghabiskan waktu. Atau penuh pergulatan dan
tarik menarik, sehingga ada kalanya seorang hizbi tersebut tetap sebagai unsur pelaksana murni
yang tidak mau berfikir banyak atau jatuh pada tarikan yang terus menerus (kalah dalam
berdebat), lalu kembali (ruju'). Atau berhenti aktif dan meninggalkan kelompoknya secara
praktik (artinya secara kenyataan tidak dengan pengumuman resmi) atau terus berkembang
secara lambat laun sehingga melewati tangga hizbiyyah, baik dalam keadaan tetap memegangi
pemikiran hizbiyyah atau meninggalkan hizb tersebut menuju tempat yang jauh dan suasana
baru, khususnya berkaitan dengan orang-orang yang mempelajari masalah kemanusiaan. Dan
dalam medan berfikir ini, yang berkumpul kebanyakan berasal dari kalangan penulis yang
sebelumnya mempunyai latar belakang hizbiyyah, lalu melewati tangga hizbiyyah tersebut [24] .
Ini bukan berarti kekalahan, "gugur" atau tenggelam atau istilah-istilah lain yang diberikan
kepada orang yang keluar dari hizb tertentu, karena istilah tersebut menyelisihi pemikiran yang
bersandar pada Al-Kitab dan As-Sunnah. Oleh karena itu, maka apabila seorang muslim
mendapati jalan yang salah, lalu dia bermaksud (setelah memberikan keterangan dan ditolak
ucapannya) untuk meninggalkan kesalahan tersebut, maka ini adalah haknya. Akan tetapi tidak
dikatakan keluar dari bai'at, tidak pula terlepas dari agama atau kembali pada masa jahiliyyah
dan seterusnya dari ungkapan-ungkapan semisalnya.[25]
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa komitmen harus dengan manhaj Islam, fikrah dan
syari'at Allah. Bahkan terhadap individu, tanzhim-tanzhim, jama'ah-jama'ah atau pemerintahpemerintah
yang semuanya sebagai tempat salah dan benar. Karena bencana, kesenjangan,
penyakit dan wabah akan menyusup dalam kehidupan Islam dari celah penyimpangan terhadap
barometer ini atau usaha merampasnya dari tangan seorang muslim.
Dari sana dapat dipahami bahwa kemaksuman semu diberikan atas sebagian orang,
rekomendasi-rekomendasi yang menggelikan yang dibuat untuk berbuat semaunya adalah awal
keruntuhan. Karena, ini adalah permulaan praktik penggunaan tujuan-tujuan dan bukan
mengemban tanggung jawab. Kadang-kadang hal ini merupakan sifat manusia tatkala dikuasai
masa-masa tak berdaya atau menimpa kepada mereka keadaan-keadaan genting, intimidasI
pemikiran secara terus menerus, atau rusaknya suasana politik, sehingga hukum dibeda-bedakan
menurut orangnya, dan dibentuk penipuan terhadap syariat dalam bentuk sesuatu yang diadaadakan.
Serta menumbuh tingkatkan ahli fikih penguasa, baik penguasa harta, pemerintah atau
jabatan. Lalu ditakwilkan hadits-hadits dan ayat-ayat menurut kemauan hawa nafsunya.
Akibatnya seseorang tidak boleh mengetahui bahwa mengajak untuk komitmen dengan
merupakan barometer dan standard kebenaran dan kebatilan. Sedang tidak iltizam (komitment)
dengan seseorang dituduh sebagai sikap ragu terhadap pribadi, merusak perjuangan dan
menjauhkan diri dari jama'ah kaum muslimin secara keseluruhan.
Hal ini bukan perkara yang seorang muslim boleh memilihnya. Tetapi pada hakekatnya
merupakan pembenaran terhadap langkah kehidupan kaum muslimin dalam berjama'ah dan
menghilangkan terisolirnya seseorang dari kehidupan manusia serta upaya berpegang teguh
dengan Islam. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya.
"Artinya : Dan dua orang yang saling bercinta karena Allah, keduanya berkumpul
dan berpisah di atas keadaan yang demikian" [Hadits Riwayat Bukhari dan
Muslim dari hadits Abu Hurairah]
Maka persatuan harus di atas manhaj, bukan di atas pribadi-pribadi. Berpisahpun harus di atas
manhaj, bukan di atas pribadi-pribadi. Kecuali dalam keadaan hilang akal, dan tidak mampu
menlihat kebenaran (al-haq) dengan benar disebabkan fanaitk golongan, pribadi, ikatan dan
kaum. Atau pada keadaan tidak adanya kemauan yang kuat untuk ber-iltizam dengan agama ini.
Ringkasnya ialah : termasuk pandangan yang salah adalah keyakinan bahwa praktik mengkritik,
saling menasehati, amar ma'ruf dan nahi mungkar akan menimbulkan kekacauan di barisan
Islam dan kegoncangan dalam beramal. Padahal suatu barisan atau jama'ah yang takut untuk
berdialog dengan pobhi untuk saling memberi nasehat, apalagi setan memberi kerancuan kepada
sebagian anggotanya bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar akan merusak keberdayaannya
adalah jamaah yang tidak dapat dipercaya, tidak berhak untuk langgeng dan tidak punya
keahlian untuk mengemban risalah Islam yang tuntunan utamanya adalah amar ma'ruf dan nahi
mungkar. Maka orang yang tidak punya sesuatu, tidak mungkin akan memberikan sesuatu
tersebut.
Sesungguhnya membuang praktik saling menasehati, menahannya dan menghempaskannya,
akan menimbulkan bahaya besar yang akan menimpa pada permasalahan pokok bagi
keberlangsungan bentuk amalan dan dakwah. Karena sarana (yaitu saling menolong di dalam
perjalanan suatu jama'ah untuk sampai kepada kebaikan yang lebih besar) berubah menjadi
tujuan menurut batasan jama'ah tersebut. Sesungguhnya sifat egois dan intimidasi pemikiran
yang ada pada sebagian aktifis Islam, merupakan akibat dari hilangnya medan perbuatan
keimanan yang kokoh yang dapat melahirkan sifat tawadhu', lemah lembut dan akhlak yang
mulia. Pada akhirnya muncul kelompok-kelompok kecil, semacam sekte-sekte baru, sehingga
terpecahlah kemampuan berpikir, timbul golongan-golongan dan hilang persatuan, menjadi
goncang tangga menuju keutamaan, hilang tempat menghimpun permasalahan-permasalahan,
berhenti pekerjaan yang menghasilkan. Sarana-sarana berubah menjadi tujuan (sebagaimana
kami telah jelaskan). Gambaran Islam hanya berkisar pada figur-figur yang permasalahan Islam
tidak dilihat kecuali dari mereka. Kesungguhan beramal berubah menjadi pekerjaan untuk
mendapatkan rekomendasi, lalu pekerjaan memperoleh rekomendasi ini menjadi dominan pada
saat memahami studi sebab-sebab terjadinya kemunduran.
Permasalahan ini tidak akan bisa diobati kecuali dengan cara membiasakan berfikir, berdialog
dan berpegang teguh dengan adab berselisih yang Islami. Menjadikan amalan yang disyari'atkan
sebagai prinsip-prinsip, sedang pemikiran-pemikiran bukan untuk sarana bagi figur-figur
tertentu. Karena akidah tempatnya adalah di hati. Tidak ada kekuasaan bagi seorangpun kecuali
kekuasaan dalil. Dan menerima sesuatu dengan apa adanya hendaknya dibiasakannya (berhenti
pada dalil). Allah subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
bahwa tujuan diutusnya beliau adalah memberikan rahmat kepada alam semesta. Allah
berfirman.
"Artinya : Tidaklah engkau diutus kecuali sebagai rahmat bagi semua alam" [Al-
Anbiya' : 107]
Dan berfirman.
"Artinya : Engkau bukanlah sebagai penguasa bagi mereka" [Al-Ghasyiyah : 22]
Dan Allah berfirman kepada Nabi-Nya juga.
"Artinya : Apakah kamu memaksa manusia agar mereka menjadi orang yang
beriman ?" [Yunus : 99]
DAn berfirman.
"Artinya : Seandainya engkau kasar dan keras hati, niscaya mereka lari darimu"
[Ali-Imran : 159]
Inilah sebagian langkah-langkah utama dalam berdakwah kepada Allah dan menyebarkan
rahmat bagi semua alam.
B A I AT
Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa pembahasan masalah baiat merupakan
pembahasan yang luas dan panjang lebar. Dibutuhkan penjelasan tentang pengertian baiat
menurut istilah yang biasa dikenal, berapa macam-macamnya, apa arti sebenarnya, apa yang
dimaksud dengan baiat tersebut, apa hikmah yang terkandung dengan meletakkannya di atas
manhaj ini, dengan apa baiat itu wajib, atas siapa baiat diwajibkan, syarat-syarat sempurnanya
baiat, serta dengan apa baiat itu rusak.
Karena pembahasannya besar dan pelik sekali, maka kami akan meringkasnya pada dua
permasalahan penting yang menjadikan kebingungan dan perselisihan yang dahsyat atas kaum
muslimin, yaitu : "Kepada siapakah baiat itu wajib ? Apakah baiat itu boleh kepada setiap
individu?". Adapun masalah-masalah yang lain bukan di sini tempatnya untuk membahasnya.
Kami mulai pembahasan ini dengan definisi baiat secara etimologi maupun terminologi. Baiat
secara bahasa ialah berjabat tangan atas terjadinya jual beli, dan untuk berjanji setia dan taat.
Baiat juga mempunyai arti : janji setia dan taat. Dan kalimat "qad tabaa ya'uu 'ala al-amri"
seperti ucapanmu (mereka saling berjanji atas sesuatu perkara). Dan mempunyai arti : "shafaquu
'alaihi" (membuat perjanjian dengannya). Kata-kata "baaya'atahu" berasal dari kata "al-baiy'u"
dan "al-baiy'ah" demikian pula kata "al-tabaaya'u". Dalam suatu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda.
'ala tubaa yi'uunii 'ala al-islami'
"Maukah kalian membaiatku di atas Islam"
Hadits di atas seperti suatu ungkapan dari suatu perjanjian. seakan-akan masing-masing dari
keduanya menjual apa yang ada padanya dari saudaranya dengan memberikan ketulusan jiwa,
ketaatan dan rahasianya kepada orang tersebut. Dan telah berulang-ulang penyebutan kata baiat
di dalam hadits. [29]
Bai'at secara istilah (terminologi)
"Berjanji untuk taat". Seakan-akan orang yang berbaiat memberikan perjanjian kepada amir
(pimpinan)nya untuk menerima pandangan tentang masalah dirinya dan urusan-urusan kaum
muslimin, tidak akan menentang sedikitpun dan selalu mentaatinya untuk melaksanakan
perintah yang dibebankan atasnya baik dalam keadaan suka atau terpaksa.
Jika membaiat seorang amir dan mengikat tali perjanjian, maka manusia meletakkan tangantangan
mereka pada tangannya (amir) sebagai penguat perjanjian, sehingga menyerupai
perbuatan penjual dan pembeli, maka dinamakanlah baiat yaitu isim masdar dari kata baa 'a, dan
jadilah baiat secara bahasa dan secara ketetapan syari'at.[30]
Dan ba'iat itu secara syar'i maupun kebiasaan tidaklah diberikan kecuali kepada amirul
mukminin dan khalifah kaum muslimin. Karena orang yang meneliti dengan cermat kenyataan
yang ada baiat masyarakat kepada kepala negaranya, dia akan mendapati bahwa baiat itu terjadi
untuk kepala negara[31]. Dan pokok dari pembaiatan hendaknya setelah ada musyawarah dari
sebagian besar kaum muslimin dan menurut pemilihan ahlul halli wal 'aqdi. Sedang baiat
selainnya tidak dianggap sah kecuali jika mengikuti baiat mereka [32]
Banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan/membicarakan tentang baiat, baik yang berisi
aturan untuk berbaiat maupun ancaman bagi yang meninggalkannya.[33] Berupa hadits-hadits
yang sulit untuk menghitung maupun menelitinya. Tetapi yang disepakati ialah bahwa baiat
yang terdapat di dalam hadits-hadits ialah baiat kolektif dan tidak diberikan kecuali kepada
pemimpin muslim yang tinggal di bumi dan menegakkan khilafah (pemerintah) Islam sesuai
dengan manhaj kenabian yang penuh dengan berkah [34]
Dibawah ini saya bawakan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang baiat secara ringkas.
I. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang bejanji setia kepadamu, mereka
berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa
yang melanggar janjinya, niscaya akibat melanggar janji itu akan menimpa dirinya
sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberi
pahala yang besar" [Al-Fath : 10]
II Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang
ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi
balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)" [Al-fath : 18]
Di dalam as-Sunnah, diantaranya.
I
"Artinya : Barangsiapa mati dan dilehernya tidak ada baiat, maka sungguh dia
telah melepas ikatan Islam dari lehernya" [Dikeluarkan oleh Muslim dari Ibnu
Umar]
II
"Artinya : Barangsiapa berjanji setia kepada seorang imam dan menyerahkan
tangan dan yang disukai hatinya, maka hendaknya dia menaati imam tersebut
menurut kemampuannya. Maka jika datang orang lain untuk menentangnya, maka
putuslah ikatan yang lain tersebut" [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Dawud
dari Abdillah bin Amr bin Ash]
III
"Artinya : Jika dibaiat dua orang khalifah maka perangilah yang terakhir dari
keduanya" [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Sa'id]
Dan banyak lagi hadits-hadits yang lainnya.
Salah seorang imam yang agung, Ahmad bin Hanbal, imam Ahlu Sunnah wal-Jama'ah ditanya
tentang riwayat dari hadits kedua yang tersebut di atas. Di dalamnya terdapat kata imam. Beliau
menjawab :"Tahukah kamu, apakah imam itu ? Yaitu kaum muslimin berkumpul atasnya, dan
semuanya mengatakan : "Inilah imam", maka inilah makna imam" [35]
Al-Imam Al-Qurthubi berkata [36] :"Adapun menegakkan dua atau tiga imam dalam satu masa
dan dalam satu negeri, maka tidak diperbolehkan menurut ijma"
Kemudian setelah hilangnya kekhalifahan, terjadilah perbedaan yang sangat tajam tentang ayatayat
dan hadits-hadits tersebut. Doktor Abdul Muta'al Muhammad Abdul Wahid mengatakan :
"Ketiadaannya imam adalah menjadi sebab munculnya kelompok-kelompok yang mengklaim
bahwa dirinyalah yang berhak dibaiat dan menjadi imam. Kelompok-kelompok ini bisa
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang mendasar, yaitu :
1. Kelompok pertama
Mengatakan : "Sesungguhnya orang yang meninggalkan baiat adalah kafir". Lalu mereka
menetapkan kepemimpinan bagi dirinya. Sedang orang yang tidak membaiatnya adalah kafir
menurut pandangan mereka. Ucapan ini tidak benar, sebab Ali bin Abi Thalib -salah seorang
yang diberi kabar akan masuk surga- beliau tiadak membaiat Abu Bakar selama kurang lebih
setengah tahun[37], dan tidak seorang sahabatpun yang mengatakan tentang kekafirannya
selama beliau meninggalkan baiat.
2. Kelompok kedua
Mengatakan :"Sesunguhnya baiat adalah wajib, barangsiapa yang meniggalkannya berarti dosa".
Dari sinilah mereka menetapkan seorang amir bagi diri-diri mereka, sehingga gugurlah dosadosa
tadi dari mereka ketika membaiatnya. Padahal yang benar adalah bahwa dosa
meninggalkan baiat tidak menjadi gugur dengan cara membaiat amir tersebut. Karena baiat yang
wajib dan berdosa orang yang meninggalkannya ialah baiat terhadap imam (pemimpin) muslim
yang menetap di bumi dan menegakkan khhilafah Islamiyyah dengan syarat-syarat yang benar
[38]
3. Kelompok ketiga adalah mereka (kaum muslimin) yang tidak membaiat seorangpun
Mereka mengatakan : "Sesungguhnya meninggalkan baiat adalah berdosa, tetapi baiat adalah
hak seorang pemimpin muslim yang tinggal di bumi (walau) kenyataannya tidak ada di masa
sekarang". Menurut keyakinanku, kelompok ketiga inilah yang berada di atas kebenaran" [39]
Dan diantara hal yang menguatkan kebatilan baiat-baiat istitsnaiyyah (pengecualian) yang
merupakan perkara baru tentang baiat kepada Amirul Mukminin -walaupun di kala tidak ada
Amirul Mukminin- terdapat dalam keterangan para ulama rahimahullah, yaitu disyariatkan
dalam baiat berkumpulnya Ahlul Halli wal Aqdi, lalu mereka membentuk keimanan bagi seorang
yang memenuhi syarat-syaratnya [40]
KESIMPULAN DAN TARJIH
Jadi yang dimaksud dengan baiat ialah, pemberian janji dari pihak pembaiat untuk mendengar
dan taat kepada amir, baik di kala senang atau terpaksa di masa mudah atau sulit, tidak
menentang perintahnya dan menyerahkan segala urusan kepadanya. [41]
PERINGATAN
Dari keterangan yang telah lewat, kita mendapatkan dua perkara yang penting, yaitu :
1. Baiat tidak ada kecuali kepada Amirul Mukminin saja.
2. Ketaatan (kepada Amirul Mukminin) muncul dari baiat yang hanya diberikan kepadanya
saja.
Oleh karena itu batallah[42] semua baiat yang diberikan kepada seseorang (bukan Amirul
Mukminin) bagaimanapun bentuknya, baik ketika ada imam atau tidak ada, ada seorang atau
lebih.
Pada hakekatnya dasar pemikiran baiat yang dimiliki sebagian jama'ah-jama'ah Islam pada
prinsipnya sesuai dengan syari'at Islam, karena mereka mengatakan di dalamnya : "Hendaknya
kita berjanji setia kepada Allah untuk menjadi tentara dalam berdakwah kepada Islam dan di
dalam baiat tersebut terdapat kehidupan negeri dan umat"[43] Padahal ini adalah perjanjian
yang diambil oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala atas semua kaum muslimin.
Kemudian terjadilah sedikit "perkembangan" pemikiran dan organisasi pada orang-orang yang
memberlakukan baiat terhadap diri-diri mereka, sehingga terjadilah kelompok/jamaah ikhwan
membaiat pemimpin umum (al-mursid al-aam) sebagai orang yang dipercaya penuh dan
didengar serta ditaati ketika suka atau terpaksa, sampai Allah memenangkan dakwahnya dan
mengembalikan kemualiaan Islam.[44] Kalau demikian terjadi keterjungkilbalikan dan
kesalahan.
Sebagai buktinya diantara sistem kerja anggota baiat adalah taat baik di kala susah atau mudah,
terpaksa atau suka kepada kepemimpinan yang muncul dari aturan-aturan yang dipegangi oleh
jama'ah.[45]
Dua keterangan terakhir ini menjelaskan dengan gamblang bahwa baiat istitsnaiyyah yang tanpa
dalil tersebut, tidak berbeda sedikitpun dengan baiat terhadap Amirul Mukminin. Tidak
sebagaimana yang disangka oleh "sebagian orang" bahwa baiat tersebut hanya "sekedar
janji"[46] belaka !
Sebagai penambah keautentikan penjelasan tersebut ialah bahwa para pengikut Asy-Syaikh
Hasan Al-Bana Rahimahullah menamainya dengan "Al-Imam". Padahal penamaan ini [47]
hanya bisa diperuntukkan bagi orang yang benar-benar imam. Karena diketahui bahwa al-ustadz
Hasan Al-Banna tidak menyukai kepemimpinan dan mengetahui pula bahwa cinta kepada
kepemimpinan dengan tujuan mencari kekuasaan mengakibatkan kejelekan bagi kaum muslimin
pada sejarah mereka yang panjang, maka dia (Hasan Al-Banna -ed) menamai dirinya dengan
mursyid dan tidak suka untuk menjadi pemimpin atau amir[48]
Karena semua itulah sebagian penulis mengatakan : "Sesungguhnya baiat yang diberikan kepada
suatu jama'ah, tidaklah sama dengan baiat yang diberikan kepada Amirul Mukminin ketika
tegak khilafah atau penguasa muslim. Karena dengan baiat tersebut perintah seorang penguasa
menjadi wajib untuk ditaati, sampai pada masalah-masalah yang mudah jika terdapat
kemaslahatan di dalamnya. Adapun baiat yang terdapat pada Ikhwan al-Muslimin (dan katakan
seperti itu juga pada jama'ah-jama'ah Islam lainnya), maka tidak mempunyai sifat yang
mewajibkan (untuk taat, -ed) dari sisi fikih" [49]
Untuk menjawab perkataan ini dari beberapa sisi.
1. Tidak terdapat dalil atas pemisahan (baiat) ini dalam Al-Kitab dan As-Sunah.
2. Sebelumnya telah saya nukilkan teks-teks dari ucapan Asy-Syaikh Hasan Al-Banna dan
lainnya, dan tidak terdapat isyarat yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan di dalamnya
terdapat isyarat kepada khilafah, tatkala menyebutkan "ketaatan yang mutlak"!!
3. Penelitian terhadap keberadaan jama'ah-jama'ah Islam dan tingkah para pemimpin serta
anggotanya, berlawanan dengan pernyataan di atas. [50]
Jika anda heran wahai saudaraku pembaca, maka lebih mengherankan lagi ucapan orang yang
membantah ini yang menyatakan bahwa baiat tersebut tidak mempunyai sifat yang mewajibkan
(untuk taat). Maka ucapan ini berarti membatalkan semua baiat dari akarnya. Hal ini diketahui
dengan menjawab dua pertanyaan berikut ini.
1. Jika baiat tidak membuat adanya suatu kewajiban (untuk taat), lalu apa faedahnya ?
2. Apakah di dalam syariat Islam ada amalan yang tidak ada faedahnya ?
Orang yang mencari dan memperhatikan, kritis dan jeli akan mengetahui jawabannya !
KESIMPULAN PEMBAHASAN DAN BEBERAPA TAMBAHAN
1. Baiat dengan berbagai macamnya tidak diberikan kecuali kepada khalifah kaum muslimin
yang melaksananakan hukum-hukum dan menetapkan hukum had.
2. Mendengar dan taat tidak ada kecuali bagi orang yang Allah memberikan perintah untuk
menaatinya. Dan yang menjadi fokus pembahasan kita di sini adalah Amirul Mukmin
saja! [51]
3. Disebabkan oleh perbedaan kaum muslimin sekarang ini dalam memahami baiat dan
tidak sepakatnya mereka di atas pemahaman yang syar'i dan benar tentang baiat, maka
mereka saling bermusuhan, berpecah belah dan bersilang pendapat. Suatu kondisi yang
akan menimbulkan penyimpangan di dalam beramal bersama hukum-hukum fikih.
Begitu pula anggapan bahwa mereka adalah jama'atul muslimin, dapat menimbulkan
kerusakan dan menghukumi kaum muslimin di luar lingkup mereka dengan hukum -
hukum yang justru akan menjauhkan mereka dengan risalah yang sesunguhnya, karena
celah-celah dakwah kepada Allah telah terkunci.[52] Bukti semua itu (sebagai contoh)
bahwa di New York saja terdapat lebih dari empat puluh kelompok yang menyeru kepada
Islam, akan tetapi setiap jama'ah menyeru kepada Islam yang berbeda seruan Islamnya
dengan yang lain. [53]
Atas dasar itulah, wajib bagi kita untuk benar-benar meyakini bahwa gejala munculnya banyak
kelompok di dalam pergerakan Islam tidak mungkin dianggap sebagai gejala yang sehat, karena
efeknya bagi perkembangan Islam negatif dan buruk. Sedang akibatnya akan menimbulkan
kesulitan di antara para aktifis serta menyibukkan mereka sendiri yaitu ketika menghadapi
gugurnya sebagian anggota dakwah dan beban-beban yang lainnya.[54] Maka kenyataan yang
dapat disaksikan bahwa keadaan para da'i pada masa sekarang ini adalah hasil dari perpecahan
yang tajam dan menyakitkan ini, suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Bahkan suatu
keadaan yang sangat menyedihkan yang tidak boleh terus berlarut-larut keadaannya. Dan setiap
muslim bertanggung jawab untuk mengobati gejala ini, agar kaum muslimin kembali
sebagaimana sebelumnya yaitu sebagai umat terbaik yang dikeluarkan bagi mausia dan agar
agama ini semuanya hanya untuk Allah. [55]
Tidak hanya dalam satu ayat saja dari kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala terdapat perintah untuk
bersatu dan bermufakat serta larangan untuk berselisih dan berpecah belah. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah
orang-orang yang mendapat siksa yang berat." [Ali-Imran : 105]
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah
kamu ikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu
dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
bertakwa" [Al-An'am : 153]
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu
menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesunguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar" [Al-Anfal : 46]
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi
beberapa pecahan. Tiap-tipa golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
sisi mereka" [Al-Mukminun : 53]
Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang mulia[56], yang menerangkan dengan tegas tentang tidak
bolehnya kaum muslimin berpecah belah di dalam agama mereka menjadi kelompok-kelompok
dan hizb-hizb yang saling melaknat sebagian atas sebagian yang lain dan saling memerangi
sebagian atas sebagian yang lain. Karena sesungguhnya perpecahan ini adalah termasuk
perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan Allah mencela orang yang
siksa yang pedih.... [57]
BEBERAPA SYUBHAT DAN BANTAHANNYA
Barangkali sebagian para da'i ada yang membantah hasil yang telah kita capai yaitu bahwa bai'at
umum di dalam syari'at Islam tidak mungkin diberikan kecuali hanya kepada Amirul Mukminin
saja. Seorang Amirul Mukminin yang memiliki kepantasan dan tanggung jawab, yang mampu
untuk menegakkan agama dan melaksanakan hukum-hukumnya, menjalankan hukum sesuai
syari'at, mengumumkan perang, cenderung kepada perdamaian dan lain sebagainya dari tugastugas
yang khusus bagi Amirul Mukminin menurut pandangan Islam. Adapun celaan-celaan
ditujukan pada siapa saja yang memberontak dan memisahkan diri dari jama'ah[58], dan lain
sebagainya tidak lain terjadi pada keadaan seperti ini (adanya Amirul Mukminin -ed) [59]
Sebagai penguat lagi bahwa baiat yang umum tidak mungkin diberikan kecuali hanya kepada
pemimpin kaum muslimin, yang mampu mengumumkan perang, mengikat perdamaian dan
menegakkan hukum-hukum had[60]
Jadi, bahwa permasalahan ini adalah permasalahan yang pasti dan tegas tidak menerima basabasi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan menerima dalam masalah tersebut kecuali
kesungguhan yang sangat, suatu kesungguhan yang selayaknya ada pada seorang muslim dalam
masalah agama[61]. Dan perkara ini diambil dari karakter agama ini. Dikarenakan masalah baiat
adalah masalah yang jelas yang tidak mengandung kerancuan, tegas tidak menerima basabasi.[
62]
Sedang penentangan-penentangan sebagian orang, terbatas pada beberapa syubhat. Akan kami
sebutkan dan kami jawab, dengan daya dan kekuatan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
SYUBHAT PERTAMA
"Tidak ada dalil yang melarang bai'at".
Kami jawab dari beberapa sisi.
1. Sesungguhnya semua pembicaraan orang-orang terdahulu dari kalangan ahli ilmu dan
fikih berkisar pada baiat kepada seorang khalifah muslim. Tidak seorangpun dari mereka
(sesuai penelitianku) berpendapat kepada baiat-baiat istitsnaiyyah yang diberikan kepada
bukan pemimpin kaum muslimin! Barangsiapa yang berpendapat selain ini, maka wajib
baginya untuk menunjukkan dalil!
2. Jika kami mengatakan (dalam rangka membantah), bolehnya baiat semacam ini, maka
apakah baiat itu khusus untuk golongan tertentu dari manusia ? Atau boleh untuk seluruh
golongan umat dan individu-individunya ? Jika kami jawab pertanyaan yang pertama
dengan "ya", maka yang demikian berarti batil, dan membuat-buat syari'at yang tidak
diizinkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena tidak ada wahyu yang mengkhususkan
sekelompok manusia dengan suatu perkara, tanpa memberikan kepada kelompok yang
lain setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam! Dan jika kami jawab
pertanyaan yang kedua dengan "ya", berarti kami telah memporak porandakan urusan
kaum muslimin, mencerai beraikan urusan mereka, dan memecah belah kedigdayaan
mereka, serta menjadikan mereka berkelompok-kelompok dan bergolongan-golongan.
Dari sana, maka terbuka pintu yang tidak bisa ditutup bagi beribu-ribu ba'iat, sehingga
seorang mendatangi orang yang ia kehendaki kemudian membaiatnya kapan saja yang ia
mau. Ini adalah sebatil-batilnya perkara!
3. Dimana pendahulu umat ini dari baiat-baiat semacam ini ? Apakah akal dan hawa nafsu
kita bisa sampai kepada suatu kebaikan sedang kita lepas dari orang-orang terbaik dari
umat ini dari kalangan salaf dan para imam Ridhwanullah 'alaihim ajma'in ? Maka
benarlah Nabi yang terpilih Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bersabda. "Artinya :
Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan kami yang tidak ada (contoh) kami di
atasnya, maka amalan tersebut ditolak" [Hadits Riwayat Bukhari-Muslim dari 'Aisyah].
Maka baiat-baiat istitsnaiyyah seperti ini yang tidak terdapat dalam nash, baik dalam Al-
Qur'an maupun Al-Hadits atau tidak terdapat pada perbuatan salah seorang dari salaf asshalih[
63], adalah bid'ah dan perkara yang diada-adakan. Yang dibuat untuk menghianati
orang awam dan kalangan orang-orang yang berilmu dari kaum muslimin, agar
terpengaruh dengan tujuan merendahkan dan bertindak sesuka hatinya terhadap mereka
[64]. Dilakukan dibawah syiar al-wala' (loyalitas), al-intima' (kecenderungan), as-sam'u
wa ath-tha'ah (mendengar dan taat), taubah dan lain sebagainya dari ungkapan-ungkapan
yang dikemas dengan indah, kata-kata yang manis dan lafazh-lafazh yang mempesona.
SYUBHAT KEDUA
"Baiat Aqabah yang pertama dan ke dua terjadi sebelum tegaknya negara Islam".
Jawaban dari beberapa segi.
1. Kami katakan : "Ini adalah perbuatan yang tidak etis terhadap Rasulullah Shallallahu
'alihi wa sallam. Tidak sepantasnya diucapkan teradap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
bahwa beliau mengajak baiat sesudah atau sebelum tegaknya daulah. Karena ini adalah
kebenaran yang diberikan dan dikhususkan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam,
dan dikhususkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan sungguh Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam membaiat sahabat-sahabatnya untuk tidak melarikan diri dari peperangan dan
kadang memba'iat mereka untuk mati dan untuk berjihad sebagaimana membaiat mereka
atas Islam. Dan beliau-pun membaiat mereka untuk hijrah sebelum fathu Mekkah,
membaiat mereka untuk bertauhid, komitmen dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya. Dan
bellaiupun pernah memba'iat sekelompok dari pata sahabat ridhwanullah 'alaihim ajma'in
untuk tidak minta-minta sesuatupun terhadap manusia[65]. Maka tidak sepantasnya bagi
seorangpun dari manusia -bagaimanapun sesatnya orang tersebut- untuk mengkiaskan
semua ini untuk dirinya saja, sebagaimana sudah jelas dan gamblang
2. Bahwa baiat tersebut diberikan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedang
beliau adalah orang yang dipersiapkan oleh Rabb semsesta alam untuk menjadi amir bagi
orang-orang mukmin. Dan tidak seorangpun setelah tegaknya daulah diberi bai'at secara
umum selain beliau, sampai beliau menemui Tuhannya. Maka jadilah beliau amirul
mukminin dan melaksanakan hukum had dan hukuman-hukuman lainnya. Kalau begitu
siapakah di jaman sekarang ini orang yang seperti beliau di dalam persiapan Allah
Subhanahu wa Ta'ala ?
3. Bahwa baiat yang pertama, adalah baiat untuk beriman kepada Allah saja, berpegang
teguh dengan amalan-amalan yang utama dan mejauhi amalan-amalan yang
mungkar[66]. Dan engkau tidak mendapatkan pada panji-panji pembaitan ini suatu panji
yang berkaitan dengan jihad [67] atau yang menyerupainya. Dari sini dapat diambil
pelajaran bahwa baiat ini tidak diberikan kepada seorangpun (sebagaimana telah
dijelaskan dengan rinci), tetapi hanya diberikan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, yang telah dipersiapkan untuk menjadi imam dan pemimpin bagi kaum
mukminin.
4. Sebagai penguat jawaban yang telah lewat, bahwa baiat Aqabah yang kedua merupakan
kebulatan tekad untuk berhijrah dan pengukuhan pendirian Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam kepada orang-orang Anshar serta kesanggupan mereka untuk memberikan
kedamaian dengan suasana yang cerah di Madinah[68]. Baiat tersebut juga merupakan
janji militer saja. Tidak dibahas di tengah-tengah perundingan terebut suatu masalah
kecuali tentang kesanggupan tempat perlindungan ke Madinah. Serta untuk memerangi
musuh-musuh beliau dan musuh agamanya. Maka baiat Aqabah lebih dari sekedar
perjanjian untuk membela dari serangan. Sesungguhnya baiat tersebut adalah merupakan
janji militer [69]
Bait Aqabah yang kedua ini merupakan suatu landasan pijak bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam untuk hijrah ke Madinah. Oleh karena itulah baiat tersebut mencakup dasar-dasar
yang sempurna pensyariaatannya setelah hijrah, dan yang paling utama adalah jihad dan
membela dakwah dengan kekuatan. Dan baiat Aqabah ini telah menjadi salah satu hukum -
walaupun Allah belum memberitahukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa
hal itu akan disyariatkan di masa yang akan datang [70]
Maka berdalih dengan ke dua baiat tersebut atas baiat-baiat istitsnaiyyah seperti ini adalah alasan
yang batil, sebagaimana tidak samar lagi setelah penjelasan ini.
Oleh karena itu tidak boleh dikatakan bahwa baiat itu terjadi sebelum adanya daulah! Akan tetapi
baiat itu adalah kunci pertama dan pendahuluan yang pokok untuk tegaknya daulah!
SYUBHAT KETIGA
Baiat tersebut adalah baiat untuk amalan yang disyariatkan, seperti taubat, shalat dan lain
sebagainya, maka hal itu menyerupai akad jual beli.
Jawab.
1. Jawabannya pada nomor (3), pada bantahan syubhat yang pertama.
2. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah di
dalam Majmu' Fatawa (28/18) bahwa jika maksud mereka dengan kesepakatan, loyalitas
dan baiat ini adalah untuk tolong menolong atas kebenaran dan takwa, maka hal itu telah
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya baginya dan bagi orang lain tanpa kesepakatan
tersebut. Dan jika yang dimaksud adalah tolong menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan, maka hal itu telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sehingga suatu
kesepakatan yang dimaksudkan dengannya berupa kebaikan yang sesuai dengan perintah
Allah dan Rasul-Nya maka tidak perlu adanya kesepakatan tersebut. Dan suatu
kesepakatan yang dimaksudkan dengannya berupa kejelekan, maka hal tersebut telah
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
3. Adapun menyerupakan baiat ini dengan akad jual-beli (dari sisi ini), maka hal itu adalah
batil, bahkan membatalkan baiat mereka sendiri. Karena sifat jual beli berbeda dengan
perbedaan yang mendasar dengan sifat baiat sebagaimana akad[71]. Maka akad jual beli
memberikan faedah bagi seorang pembeli untuk memiliki barangnya yang dijual dan
pemilikan seorang penjual akan harganya, kemudian putus hubungan keduanya setelah
itu. Maka bagi penjual boleh untuk menggunakan harga jualnya tersebut dengan bebas.
Sedangkan pembeli tidak berhak untuk menghalanginya atau membatasi
kebebasannya dalam menggunakan uang tersebut.[72]
Adapun baiat yang syar'i, maka boleh bahkan wajib untuk menentang orang yang dibaiat jika
menyelisihi perintah-perintah syari'at dan hukum-hukumnya, sebagaimana dijelaskan dengan
rinci pada tempatnya. Karena tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil perjanjian atas
seorang yang lain guna menyetujui atas apa yang dia inginkan, mencitai orang yang dia cintai
dan memusuhi orang yang dia musuhi. Bahkan orang yang berlaku demikian termasuk jenisnya
Jengis Khan dan orang yang semodel dengan dia, yang menjadikan orang yang setuju dengan
mereka sebagai teman dan kawan serta menjadikan orang yang menyelisihi mereka sebagai
musuh dan lawan.[73]
SYUBHAT KEEMPAT
Bahwa baiat tersebut serta hukum-hukum sumpah dari segi adanya kafarat (denda), hanya saja
baiat itu untuk taat.
Jawaban dari dua segi.
1. Bahwa baiat semacam itu tidak ada di jaman salaf ash-shalih, padahal ada pendorong
untuk melakukan hal tersebut.
2. JIka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan baiat ini dengan sumpah, maka
masing-masing orang bisa berbuat sekehedak dirinya. Sewaktu-waktu dapat keluar dari
baiat. Sebab sumpah dapat dijadikan baginya adanya kafarat-kafarat. Maka jika seseorang
yang berbaiat ingin membatalkan baiatnya, dia tinggal membayar kafarat sumpahnya,
sehingga hilanglah dosa darinya. Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjadikan baiat sebagai suatu perjanjian serta menyerupakannya dengan jual beli
sebagaimana yang telah kami sebutkan. Karena orang yang berbaiat dan dibaiat tidak
mempunyai pilihan. Sedang janji ('ahd) tidak ada pengecualian (dispensasi) dan kafarat.
Maka dijadikan baiat dengan dua model yang keras ini sebagai dorongan untuk menjaga
kemaslahatan khusus dan umum bagi kaum mukminin [74]
Maka menyamakan baiat dengan hukum-hukum sumpah (setelah penjelasan ini), terdapat
kezhaliman yang nyata yang menjerumuskan kepada pengabaian manhaj dan penyelewengan di
dalam pengeterapannya !!
SYUBHAT KELIMA
Jika mengangkat amir di waktu safar itu wajib, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam
"Artinya : JIka tiga orang di dalam safar, maka hendaknya mereka mengangkat
salah seorang dari mereka sebagai amir"
Maka mengangkat amir untuk berdakwah dengan tujuan mengembalikan agama Allah di muka
bumi itu lebih wajib dan janji serta baiat untuk taat itu lebih utama ?
Jawabannya dari enam segi.
1. Mengangkat amir dalam safar terdapat nash yang jelas dan shahih. Adapun mengangkat
amir yang tersebut ini tidak terdapat nash di dalamnya. Pengkiasannya terlalu jauh,
karena tidak adannya 'illah (alasan). Adapun kiyas tidak dilakukan kecuali oleh seorang
mujtahid, sebagaimana disebutkan oleh ahli ushul.
2. Keamiran dalam safar berakhir dengan berakhirnya safar. Adapun keamiran-keamiran
istitsnaiyyah mempunyai "ketaatan yang sempurna".
3. Keamiran di dalam safar semuanya adalah maslahat. Adapun keamiran-keamiran
istitsnaiyyah adalah memecah-belah dan merusak. Maka kiyasnya jelas-jelas batil.
4. Seandainya sekelompok manusia bersepakat diantara mereka untuk menegakkan hukum
had atas peminum khamr, pezina dan lain sebagainya, apakah hal itu diterima ? Ini adalah
batil menurut Ijma' ummat dari orang yang setuju atau yang menentangnya. Maka kiyas
ini membatalkan kiyas sebelumnya.
5. Keamiran safar terbatas pada beberapa perkara saja dan fungsinya adalah untuk
ketertiban bukan untuk mendengar dan taat secara mutlak.
6. Karena baiat itu sebagai "janji" ('ahd), maka hal ini (kiyas di atas) bukanlah manhaj salaf
ash-shalih ridwanullah ta'ala 'alaihim. Bahkan kenyataan mereka berbeda sama sekali
dengan pemahaman salaf. Al-Hafizh Abu Nu'aim Al-Ashbihani meriwayatkan di dalam
Hilyatual-Auliya (II/204) dengan sanadnya yang shahih dari Mutharrif bin Abdillah bin
Asy-Syikhkhir beliau berkata : "Kami mendatangai Zaid bin Shuhan dan beliau
berkata : 'Wahai hamba-hamaba Allah, berbuat mulialah kalian dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya wasilah (perantara) para hamba kepada Allah adalah dengan dua
sifat, yaitu khauf (takut) dan tamak (dalam beramal)'. Maka pada suatu hari aku
mendatanginya dan mereka menulis suatu tulisan dan menyusun suatu ucapan seperti ini
: "Sesungguhnya Allah adalah Rabb kami, Muhammad adalah nabi kami, dan Al-Qur'an
adalah imam kami. Barangsiapa yang bersama kami, maka dia termasuk kami dan kami
akan melindunginya. Dan barangsiapa menyelisihi kami, tangan kamilah yang akan
menentangnya, dan kami ..... dan kami ..... Perawi berkata : "Maka mulailah beliau (Zaid)
memperlihatkan tulisan tersebut kepada mereka seorang demi seorang, sambil bertanya :
'Apakah engkau setuju wahai fulan ?' Sehingga sampailah padaku, dan bertanya : 'Apakah
engkau setuju wahai anak muda ?' Aku menjawab : 'Tidak'. Zaid berkata : 'Kalian jangan
tergesa-gesa untuk bertindak terhadap anak muda itu, apa yang akan kau katakan wahai
anak muda ? (Rawi) berkata : 'Aku menjawab : 'Sesungguhnya Allah telah mengambil
perjanjian atasku di dalam Kitab-Nya. Maka aku tidak akan membuat suatu perjanjian
selain perjanjian yang telah diambil oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala atasku!' Rawi berkata
: 'Maka rujuklah kaum tersebut pada akhirnya. Tidak seorangpun dari mereka yang
menyetujui tulisan tersebut". Rawi berkata : 'Aku tanyakan kepada Mutharrif : 'Berapa
jumlah kalian pada waktu itu ? 'Beliau menjawab : 'Sekitar tiga puluh orang'. Maka
lihatlah -semoga Allah merahmatimu- kepada realita dan keadaan hati mereka di dalam
menerima kebenaran serta tunduk kepadanya. Dan lihatlah penolakan mereka terhadap
perkara apapun (walaupun zhahirnya benar, haq dan tidak menyimpang). Apapun, jika
tidak terdapat (sifatnya) di dalam kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala atau tetap (tsabit)
dalam sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dapat memecah belah umat,
bagaimanapun bentuk perpecahan tersebut, walaupun kecil.
Karena semua inilah, sering kali kita mendapati diri-diri kita di hadapan gejala yang mengerikan,
yaitu bahwa gerakan Islam menjadi lebih dekat kepada model dan ilustrasi belaka serta lebih
dekat kepada formalitas atau hizbiyyah.
PENUTUP
Semoga pembahasan ini -walaupun ringkas- dapat dipakai sebagai rujukan bagi para da'i untuk
ingat sete;ah lalai dan terjaga setelah mereka terbuai. Agar mereka tidak mendahulukan amalan
dan ucapan apapun kecuali setelah berilmu, mendapatkan kejelasan serta pengetahuan dan
ketetapan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kepada al-Imam al-Bukhari yang mengatakan :
"Tidaklah aku menetapkan sesuatu dengan tanpa ilmu sama sekali semenjak aku berakal"
Pembahasan ini pula para aktifis Islam dapat instropeksi untuk berhenti dari tahazzub
(berkelompok-kelompok), menolak al-haq dari ahlinya dan saling melibas/menggilas diantara
mereka. Agar mereka dapat melihat kembali kepentingan dirinya, yaitu sebagai pembawa
dakwah yang paling mulia dan beramal demi tujuan yang utama (ridha Allah, -ed). Sehingga
pribadi-pribadi mereka menjadi kokoh dan komitmen ketika membuat perjanjian dengan Allah
agar mereka berada pada puncak ke-Islaman dan masa mereka. Maka amalannya dalam Islam
bersih dari pembicaraan sekitar pribadi dan berputar-putar di sekitar dzat seseorang. Dan apaapa
yang di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal.
Serta merupakan peringatan bagi orang-orang yang berusaha mengangkat Islam demi
kepentingan pribadi, menjual jiwa-jiwa dan Islam mereka pada pasaran politik yang murah serta
menjadi boneka-boneka yang digerakkan, dan tidak ada campur tangannya sedikitpun dalam
perkara tersebut. Pada akhirnya mereka paham bahwa disyariatkannya sarana (wasilah)
tergantung dari disyariatkannya tujuan (ghayah). Sehingga merekapun hidup untuk akhirat.
Maka ketika mereka berusaha memperbaiki perangainya di hadapan manusia, mereka yakin
bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengawasi mereka dan akan menghentikan
(mematikan) serta menanyai mereka. Dan sesungguhnya agama ini tetap terjaga dengan
penjagaan Allah Subhanahu wa Ta'ala serta akan hilang kejelekan dari padanya, seperti ububan
(alat pandai besi) menghilangkan (karat) besi.
Merupakan kesempatan pula bagi para dai kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang melakukan
amar ma'ruf nahi mungkar, agar mereka meninjau kembali sarana dan metode (dakwah) mereka.
Yang demikian, karena menyeru manusia kepada Islam tidak lain harus dengan hikmah dan
nasehat yang baik, tidak dengan paksaan. Maka barangsiapa yang memerintahkan kepada yang
ma'ruf, harus dengan cara yang ma'ruf pula. Dengarlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu" [Ali Imran : 159]
Merupakan kesempatan pula bagi pribadi muslim untuk melihat menatap pada posisinya yang
ada sekarang, faedah apa yang diberikan kepada Islam pada posisinya. Dan agar tahu bahwa taat
dalam menjalani Islam akan memberikan kejelasan. Sesungguhnya tanggung jawab itu
ditanggung oleh pribadi masing-masing. Dan agar tidak terjerumus ke dalam pemahaman hizbi
yang jahil atau sufi, sehingga dia akan menolong saudaranya, baik yang berbuat zhalim maupun
yang dizhalimi.
Bahkan wajib baginya untuk komitmen dengan pemahaman yang Islami yaitu : menolong orang
yang dizhlimi dengan mengembalikan sesuatu yang diambil dengan zhalim dan menolong orang
yang berbuat zhalim dengan merintangi kehendaknya. Maka tolong menolong harus atas dasar
kebenaran dan takwa, bukan atas dasar berbuat dosa dan bermusuh-musuhan, sehingga sikap
saling mensehati akan mendominasi barusan kaum muslimin yang akan menang dengan
mendapatkan pertolongan di dunia dan pahala di akhirat.
Dan merupakan kesempatan pula bagi seetiap muslim untuk mengetahui bahwa meremehkan
dosa-dosa kecil akan menimbulkan dosa-dosa besar, sehingga diapaun akan menghentikan
perbuatan ghibah (menggunjing), adu domba dan buruk sangka. Inilah penyakit-penyakit yang
menimpa jiwa yang sering dianggap remeh. Dan agar dia dapat menerapkan manhaj yang dia
berpegang kepadanya dan melatih diri dengan makna Islami agar menjadi bagian dari hidupnya
sehari-hari. Dengan demikian terbentuklah pribadi rabbani yang perangainya terwarnai
dengan Islam, sehingga dia mempunyai tangan, kaki, mata dan telinga yang tunduk (pada
syariat Islam). Dan bergeraklah semua anggota badannya dengan gerakan-gerakan Islam yang
disyariatkan oleh Allah bagi orang yang Dia cintai.
Dan akhir seruan kami bahwa segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rabb semesta alam.


Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com